Corak Kehidupan Masyarakat Masa Pra-aksara - Kisah sejarah perkembangan peradaban umat manusia dimulai dari zaman praaksara (prasejarah). Masa praaksara adalah zaman manusia belum mengenal tulisan.
Masa praaksara juga disebut dengan masa nirleka, yang berarti zaman ketika tulisan belum ditemukan. Masa praaksara dimulai sejak manusia ada di muka bumi sampai dengan saat manusia mengenal tulisan.
Kata nirleka berasal dari kata nir yang artinya tanpa dan leka artinya tulisan. Begitu juga dengan pra aksara berasal dari kata pra yang artinya sebelum dan aksara artinya tulisan, jadi zaman praaksara adalah zaman sebelum mengenal tulisan.
Para peneliti telah menemukan berbagai jenis manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Fosil-fosil manusia purba di Indonesia, yaitu pithecanthropus, meganthropus, dan homo.
Perkembangan kehidupan manusia purba di Indonesia dibagi dalam empat masa, yaitu masa berburu dan meramu, masa bercocok tanam dan beternak, masa perundagian dan kemahiran teknik, terakhir masa megalitikum (sistem kepercayaan).
Pola hunian manusia purba atau manusia zaman pra aksara menunjukkan dua karakter khas hunian manusia puba yaitu,
Pola hunian itu dapat kita ketahui dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang memperlihatkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs manusia purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong).
Jika dilihat dari contoh-contoh di atas, dapat kita ketahui adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai.
Awal kehidupan manusia masa praaksara Indonesia ditandai dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan. Binatang perburuan yang dicari, antara lain gajah, banteng, kuda, rusa, dan kerbau liar. Namun, mereka juga berburu ikan dan kerang di laut.
Pada masa itu mereka belum mengenal cara bercocok tanam. Mereka masih sangat bergantung pada alam yang tersedia. Segala yang terdapat di alam sekitar, mereka ambil dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keadaan manusia purba berburu dan meramu disebut juga dengan masa food gathering. Masa food gathering atau masa mencari dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu manusia pra-aksara memperoleh makanan dari alam dengan cara mengambil hasil hutan dan berburu.
Kehidupan mereka saat itu masih mengembara dan nomaden (berpindah-pindah). Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berburu dan mencari makanan. Mereka mencari makanan sampai berpuluh-puluh atau beratus-ratus kilometer selama hidupnya. Ketika di suatu tempat mereka menemukan banyak bahan makanan serta binatang buruan, mereka tinggal disitu untuk sementara waktu dalam kelompok-kelompok kecil.
Setelah makanan mereka habis serta binatang untuk diburu sudah tidak ada lagi, mereka akan berpindah lagi dan mencari tempat lain untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka, yaitu makanan. Tradisi seperti itu terus dilakukan dari generasi ke generasi. Masa ini terdiri atas dua bagian, yaitu:
Peninggalan kebudayaannya masih sederhana seperti kapak genggam dan alat serpih yang berukuran kecil.
Peralihan zaman dari Mesolitikum ke Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering (mengumpulkan makanan) menuju food producing (memproduksi/menghasilkan sendiri bahan makanan).
Pada masa ini manusia pra-aksara sudah hidup sedentair (bertempat tinggal menetap), walaupun masih bersifat sementara dengan kepandaian membuat rumah. Kehidupan mereka sudah tidak bergantung lagi pada belas kasihan alam. Mereka sudah menghasilkan makanan sendiri dengan bercocok tanam dan beternak.
Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang membuat manusia purba melakukan kegiatan bercocok tanam. Mereka mulai menggarap tanah di sekitarnya dan berusaha menyimpan makanan.
Perkakas batu yang digunakan saat itu umumnya sudah diasah hingga halus. Alat batu yang paling banyak digunakan berupa kapak persegi (beliung persegi), kapak lonjong, alat-alat obsidian (batu kecubung), dan mata panah. Peninggalan kapak persegi di Indonesia banyak ditemui di Sumatra, Jawa, dan Bali, sedangkan kapak lonjong menyebar di Papua dan sekitarnya.
Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka sudah memberlakukan sistem barter (tukar-menukar barang dengan barang). Alat tukar yang digunakan berupa garam, ikan laut yang telah dikeringkan, atau hasil kerajinan tangan, seperti gerabah, beliung, dan berbagai perhiasan dari batu.
Sarana lalu lintas perdagangan dari satu tempat ke tempat lain dilakukan dengan memanfaatkan perahu bercadik dan rakit-rakit. Keadaan ini menunjukkan bahwa manusia masa itu telah berhubungan atau menjalin komunikasi antara satu kelompok dengan kelompok lain. Oleh sebab itu, penggunaan bahasa lisan diperkirakan sudah dipakai. Beberapa ahli sejarah menduga mereka telah memakai bahasa Melayu Austronesia.
Pada masa perundagian, manusia praaksara sudah memiliki keterampilan melakukan jenis usaha tertentu, misalnya dalam membuat gerabah, barang-barang logam, perhiasaan, atau pembuatan rumah. Mereka memanfaatkan keterampilannya tersebut sebagai bagian dari kehidupannya.
Pada masa itu, peninggalan prasejarah berupa artefak logam yang dibuat dari perunggu dan besi. Benda-benda logam perunggu yang banyak ditemukan di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Pada saat agama belum masuk ke Nusantara, nenek moyang kita telah mempercayai adanya kekuatan yang mahatinggi di luar dirinya. Kekuatan itu terdapat di alam semesta. Upacara-upacara pemujaan terhadap roh sering kali dilakukan.
Selain itu, mereka juga mengeramatkan benda-benda tertentu. Karena itulah muncul kepercayaan animisme dan dinamisme.
Animisme adalah kepercayaan kepada roh nenek moyang, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang memiliki kekuatan ghaib, kesaktian, atau tuah.
Sebagai sarana yang turut mendukung kepercayaan tersebut, di Indonesia berkembang tradisi megalitikum, mega artinya besar dan lithicum artinya batu. Adapun benda-benda peninggalan tradisi megalitikum di antaranya sebagai berikut.
Demikianlah sejarah tentang corak kehidupan manusia purba, mulai dari pola hunian, masa berburu dan meramu, masa bercocok tanam dan beternak, masa perundagian, terakhir masa mezolitikum (sistem kepercayaan). Semoga bermanfaat bagi Anda. Sekian dan terimakasih.
Sumber: Kurnia, A. 2006. IPS Terpadu SMP Kelas VII. Yudhistira.
Sarawasti M, Widaningsih Ida. 2008. Be SMART ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sardiman. 2007. SEJARAH 1 SMA Kelas X. Yudhistira.
Masa praaksara juga disebut dengan masa nirleka, yang berarti zaman ketika tulisan belum ditemukan. Masa praaksara dimulai sejak manusia ada di muka bumi sampai dengan saat manusia mengenal tulisan.
Kata nirleka berasal dari kata nir yang artinya tanpa dan leka artinya tulisan. Begitu juga dengan pra aksara berasal dari kata pra yang artinya sebelum dan aksara artinya tulisan, jadi zaman praaksara adalah zaman sebelum mengenal tulisan.
Para peneliti telah menemukan berbagai jenis manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Fosil-fosil manusia purba di Indonesia, yaitu pithecanthropus, meganthropus, dan homo.
Perkembangan kehidupan manusia purba di Indonesia dibagi dalam empat masa, yaitu masa berburu dan meramu, masa bercocok tanam dan beternak, masa perundagian dan kemahiran teknik, terakhir masa megalitikum (sistem kepercayaan).
Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara dan Ciri-Cirinya
1. Pola Hunian
Pola hunian manusia purba atau manusia zaman pra aksara menunjukkan dua karakter khas hunian manusia puba yaitu,
- kedekatan dengan sumber air, dan
- kehidupan di alam terbuka.
Pola hunian itu dapat kita ketahui dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang memperlihatkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs manusia purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong).
Jika dilihat dari contoh-contoh di atas, dapat kita ketahui adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai.
2. Masa Berburu-Meramu
Awal kehidupan manusia masa praaksara Indonesia ditandai dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan. Binatang perburuan yang dicari, antara lain gajah, banteng, kuda, rusa, dan kerbau liar. Namun, mereka juga berburu ikan dan kerang di laut.
Pada masa itu mereka belum mengenal cara bercocok tanam. Mereka masih sangat bergantung pada alam yang tersedia. Segala yang terdapat di alam sekitar, mereka ambil dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keadaan manusia purba berburu dan meramu disebut juga dengan masa food gathering. Masa food gathering atau masa mencari dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu manusia pra-aksara memperoleh makanan dari alam dengan cara mengambil hasil hutan dan berburu.
Kehidupan mereka saat itu masih mengembara dan nomaden (berpindah-pindah). Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berburu dan mencari makanan. Mereka mencari makanan sampai berpuluh-puluh atau beratus-ratus kilometer selama hidupnya. Ketika di suatu tempat mereka menemukan banyak bahan makanan serta binatang buruan, mereka tinggal disitu untuk sementara waktu dalam kelompok-kelompok kecil.
Setelah makanan mereka habis serta binatang untuk diburu sudah tidak ada lagi, mereka akan berpindah lagi dan mencari tempat lain untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka, yaitu makanan. Tradisi seperti itu terus dilakukan dari generasi ke generasi. Masa ini terdiri atas dua bagian, yaitu:
- masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana.
- masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
Peninggalan kebudayaannya masih sederhana seperti kapak genggam dan alat serpih yang berukuran kecil.
3. Masa Bercocok Tanam dan Beternak
Peralihan zaman dari Mesolitikum ke Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering (mengumpulkan makanan) menuju food producing (memproduksi/menghasilkan sendiri bahan makanan).
Pada masa ini manusia pra-aksara sudah hidup sedentair (bertempat tinggal menetap), walaupun masih bersifat sementara dengan kepandaian membuat rumah. Kehidupan mereka sudah tidak bergantung lagi pada belas kasihan alam. Mereka sudah menghasilkan makanan sendiri dengan bercocok tanam dan beternak.
Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang membuat manusia purba melakukan kegiatan bercocok tanam. Mereka mulai menggarap tanah di sekitarnya dan berusaha menyimpan makanan.
Perkakas batu yang digunakan saat itu umumnya sudah diasah hingga halus. Alat batu yang paling banyak digunakan berupa kapak persegi (beliung persegi), kapak lonjong, alat-alat obsidian (batu kecubung), dan mata panah. Peninggalan kapak persegi di Indonesia banyak ditemui di Sumatra, Jawa, dan Bali, sedangkan kapak lonjong menyebar di Papua dan sekitarnya.
Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka sudah memberlakukan sistem barter (tukar-menukar barang dengan barang). Alat tukar yang digunakan berupa garam, ikan laut yang telah dikeringkan, atau hasil kerajinan tangan, seperti gerabah, beliung, dan berbagai perhiasan dari batu.
Sarana lalu lintas perdagangan dari satu tempat ke tempat lain dilakukan dengan memanfaatkan perahu bercadik dan rakit-rakit. Keadaan ini menunjukkan bahwa manusia masa itu telah berhubungan atau menjalin komunikasi antara satu kelompok dengan kelompok lain. Oleh sebab itu, penggunaan bahasa lisan diperkirakan sudah dipakai. Beberapa ahli sejarah menduga mereka telah memakai bahasa Melayu Austronesia.
4. Masa Perundagian
Pada masa perundagian, manusia praaksara sudah memiliki keterampilan melakukan jenis usaha tertentu, misalnya dalam membuat gerabah, barang-barang logam, perhiasaan, atau pembuatan rumah. Mereka memanfaatkan keterampilannya tersebut sebagai bagian dari kehidupannya.
Pada masa itu, peninggalan prasejarah berupa artefak logam yang dibuat dari perunggu dan besi. Benda-benda logam perunggu yang banyak ditemukan di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
- Nekara adalah semacam tambur besar dari perunggu yang berpinggang di bagian tengah dan tertutup sisi atasnya.
- Moko (Mako) adalah benda semacam nekara yang bentuknya lebih kecil dan ramping.
- Kapak Perunggu sering juga disebut kapak sepatu atau kapak corong. Bentuk kapak ini di antaranya menyerupai bentuk pahat, jantung, atau tembilang.
- Bejana Perunggu mempunyai bentuk yang mirip gitar Spanyol.
- Arca-Arca Perunggu, bentuknya sangat beragam. Ada yang menggambarkan orang yang sedang menari, berdiri, naik kuda, atau memegang panah.
- Perhiasan-perhiasan yang ditemukan antara lain gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung.
5. Masa Megalitikum atau Zaman Batu Besar (Sistem Kepercayaan)
Pada saat agama belum masuk ke Nusantara, nenek moyang kita telah mempercayai adanya kekuatan yang mahatinggi di luar dirinya. Kekuatan itu terdapat di alam semesta. Upacara-upacara pemujaan terhadap roh sering kali dilakukan.
Selain itu, mereka juga mengeramatkan benda-benda tertentu. Karena itulah muncul kepercayaan animisme dan dinamisme.
Animisme adalah kepercayaan kepada roh nenek moyang, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang memiliki kekuatan ghaib, kesaktian, atau tuah.
Sebagai sarana yang turut mendukung kepercayaan tersebut, di Indonesia berkembang tradisi megalitikum, mega artinya besar dan lithicum artinya batu. Adapun benda-benda peninggalan tradisi megalitikum di antaranya sebagai berikut.
- Menhir adalah tugu batu yang diletakkan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati dan sekaligus tempat memuja roh nenek moyang.
- Dolmen adalah bangunan semacam meja dari batu yang berkaki batu utuh dan digunakan untuk pelinggih roh atau tempat sesajian.
- Sarkofagus adalah tempat jenazah yang terbuat dari dua batu besar dan ditangkupkan.
- Peti Kubur Batu adalah peti mayat yang dibentuk dari empat atau lebih papan batu.
- Waruga adalah peti kubur batu dalam ukuran yang kecil.
- Punden Berundak-undak adalah bangunan berupa susunan batu yang berundak-undak yang biasanya terdiri dari tujuh undak, yang digunakan untuk kegiatan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
- Arca batu adalah patung yang terbuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk manusia dan binatang.
Demikianlah sejarah tentang corak kehidupan manusia purba, mulai dari pola hunian, masa berburu dan meramu, masa bercocok tanam dan beternak, masa perundagian, terakhir masa mezolitikum (sistem kepercayaan). Semoga bermanfaat bagi Anda. Sekian dan terimakasih.
Sumber: Kurnia, A. 2006. IPS Terpadu SMP Kelas VII. Yudhistira.
Sarawasti M, Widaningsih Ida. 2008. Be SMART ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sardiman. 2007. SEJARAH 1 SMA Kelas X. Yudhistira.
0 komentar